Senin, 13 Februari 2012

FF (seriess) > A Step Closer to You (1/2)

Title : A Step Closer to You
Author : Zatha Amanila
Genre : Romance
Rating : PG-15
Length : Twoshot
Casts : Kim Kibum, Lee Yoonkyu, Lee Sungmin, Cho Kyuhyun

FF ini, di buat oleh nae dongsaeng "zatha" ini fb na (http://www.facebook.com/zathamanila), ha,ha,ha sesuai dgn req qu 

FF ini saya buat atas permintaan dari Lhara eonni aka nyonya Cho. Semua yang ada di FF ini benar-benar hasil imajinasi saya. Kalau ada cerita yang sama, itu semata-mata bukanlah disengaja. Semua POV dalam cerita ini adalah POV dari penulis.
Oke, Happy reading! ^^
Buat Lhara eonni, semoga suka ya!

~~~~~

Tok... Tok... Tok...
Seseorang tengah mengetuk pintu sebuah ruang kerja milik Manajer Perencanaan Catshion, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang majalah fashion.
”Masuk,” ucap seorang yeoja dengan blazer putih dan dress hitam polosnya dari dalam ruangan. Tangannya asik menulis dan membolak-balikkan beberapa kertas di atas mejanya.
”Permisi, manajer Lee. Aku hanya ingin memberitahukan bahwa Manajer Pemasaran yang baru sudah tiba. Kau diminta segera keluar untuk menyambutnya.”
Yeoja dengan rambut ikal panjang itu menghentikan kegiatannya lalu menghela napas.
”Bilang saja aku sedang sibuk dan tidak bisa diganggu.” ucapnya tegas.
”Tapi, manajer. Presdir sudah menunggumu di ruang pertemuan sejak tadi.”
Aigoo, memangnya sepenting itukah manajer pemasaran yang baru? Yeoja itu membatin sebal.
”Baiklah, aku akan segera ke sana.”
”Ye.”
Yeoja dengan marga Lee itu melemparkan tubuhnya di badan kursi sejenak lalu sedikit memijat alisnya sambil memejamkan mata. Semenit kemudian, ia bangkit dan beranjak keluar dari ruangannya.

***

Aula pertemuan kantor Catshion dipenuhi oleh beberapa karyawan perusahaan. Mereka tengah bersiap-siap menyambut manajer bagian pemasaran yang baru. Sudah sebulan lamanya perusahaan ternama di Asia Timur itu kehilangan manajer pemasarannya, Yoon Ji Ahn, yang mengundurkan diri karena mengikuti suaminya tinggal di Kanada.
Setelah menunggu selama lima menit, manajer pemasaran yang baru itu tiba dengan balutan jas hitam dan rambut yang pendek berponi rapi. Beberapa karyawan wanita berteriak lirih begitu manajer pemasaran yang baru itu menyunggingkan senyumnya.
”Nah, ini dia manajer pemasaran kita yang baru.” ucap presdir Kim Dae Hyun, bos besar yang memimpin Catshion.
”Annyeong haseyo! Namaku Kim Kibum. Mulai saat ini, aku akan menjadi manajer bagian pemasaran perusahaan Catshion. Mohon bimbingannya.” ucap namja itu sambil membungkukkan sedikit badannya. Teriakan lirih kembali menggema saat Kibum melempar senyuman mautnya.
”Perlu kalian ketahui, Kim Kibum ini adalah keponakanku. Dia putra pertama dari kakakku, Kim Dae Sung. Dia kuliah S1 pemasaran di London selama empat tahun, lalu melanjutkan S2-nya di Amerika dengan jurusan yang sama.” papar Presdir Kim.
”Sebenarnya, dia sudah diterima di sebuah perusahaan majalah fashion terkenal di Paris, tapi dia lebih memilih untuk membantuku mengelola perusahaan ini dari pada bekerja di perusahaan orang lain. Aku sangat bangga padanya.” tambahnya seraya menepuk pelan pundak Kibum.
”Joesonghamnida,” seorang yeoja datang dengan santainya memasuki aula pertemuan. ”Maaf aku terlambat.” nada suaranya begitu tenang.
”Manajer Lee, kau tidak sopan sekali. Kenapa kau baru datang?” omel seorang yeoja dengan geramnya. Ia nampak terlihat lebih tua dari pada yeoja bermarga Lee itu.
”Ah, manajer Lee baru datang ternyata. Kibum-ah, wanita itu adalah manajer bagian perencanaan. Namanya Lee Yoonkyu. Kelak, kau dan dia akan sering bekerja sama.”
Kibum menundukkan sedikit badannya dengan ragu-ragu. Matanya terus menatap Yoonkyu tanpa beralih, padahal presdir Kim sudah menyuruh semua karyawan untuk duduk dan menikmati sedikit makanan ringan yang tersedia di atas meja. Satu senyuman samar tertarik dari bibirnya.

***

Hujan mengguyur Seoul sore itu. Lebat dan berangin, membuat banyak orang enggan keluar rumah. Yoonkyu berjalan menuju lobi kantornya dengan keanggunan khas yang dimilikinya. Ia menggapit tas kulit warna merah marunnya. Langkahnya terhenti di depan pintu utama gedung Catshion. Samar, decakan lidah itu terdengar dari mulutnya.
”Kenapa harus turun hujan di saat aku tidak membawa mobil? aiiisshh...” umpatnya sebal. Ia sedikit mengetuk-etukkan ujung stiletto hitamnya sambil melipat tangan di depan perut.
Tak berapa lama, sebuah mobil BMW putih berhenti di hadapannya. Alis Yoonkyu tertaut melihat mobil mewah yang baru pertama kali dilihatnya di kantor itu. Kaca jendela mobil membuka.
”N-neo?” seru Yoonkyu tak percaya.
”Masuklah, aku akan mengantarmu sampai di rumah dengan selamat.” ucap namja itu disertai senyum mematikannya.
”Ah, tidak perlu. Aku bisa memakai taksi.”
”Tidak usah sungkan. Aku hanya ingin lebih akrab dengan rekan kerjaku. Bukankah kita akan sering bekerja sama?” tukas namja itu masih berada di belakang setir mobilnya. Yoonkyu nampak berpikir, sesekali ia menggigit bibir bawahnya.
”Baiklah kalau begitu.”
Yoonkyu segera membuka pintu mobil dan duduk nyaman di samping namja itu. Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang.
”Sudah berapa lama kau bekerja di Catshion?” tanya namja itu memecah keheningan yang sempat menghampiri mereka beberapa saat.
”Tiga tahun,” jawab Yoonkyu singkat.
”Langsung ditempatkan di bagian perencanaan?”
”Ne,”
”Apa sebelumnya kau bekerja di perusahaan lain?”
”Tidak. Ini perusahaan pertamaku.”
”Begitu? Hebat.” namja itu tersenyum lagi sambil memandang jalanan di depannya. Hujan masih terus megguyur dengan derasnya hingga sedikit menghasilkan kabut.
”Namamu... Lee Yoonkyu?”
”Ne,”
”Nama yang bagus.”
Dan mirip dengan nama seseorang. Tambah Kibum dalam hati.
Yoonkyu tidak merespon.
”Kudengar kau terkenal sebagai manajer yang paling ketus di kantor. Tapi kupikir, itu semua tidak benar. Kau sangat manis.”
Yoonkyu menoleh cepat ke arah namja di sampingnya tersebut. Rahangnya sedikit menguat. Tatapannya tajam.
”Joesonghamnida, Kibum-ssi, turunkan aku di halte depan sana.”
”Ada apa? kita belum sampai rumahmu kan?”
”Maaf sudah merepotkanmu, tapi aku ingin turun saja di halte.”
Kibum berulang kali menoleh pada Yoonkyu. Ia terkejut dengan ucapan yang sangat tegas dari mulut Yoonkyu barusan. Apa dia salah sudah mengatakan gadis itu manis? Kibum terus bertanya-tanya dalam benaknya.
”Kau bawa payung?”
”Aku tidak perlu payung, taksi akan mengantarku sampai di rumah.”
Kibum menoleh sekali lagi ke arah Yoonkyu lalu membelokkan setirnya ke pinggir jalan, tepat di depan halte bus.
”Kau yak...in...” Kibum baru akan bertanya, namun Yoonkyu keburu membuka pintu mobil tanpa sepatah katapun. Ia berlari kecil dengan tangan menutupi kepalanya menuju halte. Tak berapa lama, sebuah taksi berhenti karena Yoonkyu menghentikannya. Gadis itu masuk ke dalam taksi dan melaju perlahan.
Kibum memperhatikan taksi itu. Satu senyuman tertarik di bibirnya. Ditekannya pedal gas mobil. Sesaat kemudian, mobilnya sudah berada di belakang taksi yang ditumpangi Yoonkyu.
Kibum terus menginjak pedal gas mobilnya hingga ia melihat taksi di depannya itu berhenti di sebuah apartemen sederhana bergaya minimalis. Ia melihat Yoonkyu keluar dari taksi tanpa memakai payung dan berlari kencang ke dalam apartemen. Matanya terus memperhatikan yeoja itu sampai sosoknya menghilang.
”Ternyata kau tinggal di sini.” Kibum bergumam pelan disertai senyum membunuhnya.

***

Pagi merambat mengirimkan kesejukan bersama kicau burung yang menghiasi suasana. Udara bersih berhembus melewati beberapa orang yang sudah menjalankan aktivitasnya di luar rumah. Seorang yeoja keluar dari kamar mandi sambil mengusap-usap rambut panjangnya yang basah. Ia berjalan menuju meja riasnya dan mulai merias wajahnya dengan make-up.
Nada dering ponselnya menggema tiba-tiba. Yeoja itu meraih sebuah benda berbentuk persegi panjang dan lebar yang ia letakkan di atas ranjangnya.
”Ne, Oppa?”
”Yoonkyu-ah, kau baik-baik saja?”
”Kenapa kau menanyakan hal itu? aku baik-baik saja.”
”Aniya, aku hanya merindukanmu.”
”Geurae?”
”Untuk itu, aku pulang ke Seoul hari ini.”
”Ah, jinjjayo? Kau pulang ke Seoul hari ini? apa ada masalah dengan pekerjaanmu di Busan, oppa?”
”Eobsseoyo. Sudah kukatakan kan kalau aku hanya merindukanmu, untuk itu aku pulang.”
”Aigoo, aku tahu kau itu pintar menggombal, oppa.”
”Hahaha... ternyata yeodongsaengku yang cantik ini masih mengenalku dengan baik ya.”
”Tentu saja, kau kan meneleponku hampir setiap menit. Percuma kita melakukan pesta perpisahan waktu itu kalau ujung-ujungnya kita masih terus mengobrol lewat telepon seperti ini. Aku tahu kau memang tidak bisa jauh dariku, oppa.”
”Omo... kau ini percaya diri sekali. Aku meneleponmu agar kau punya hiburan di sela-sela pekerjaanmu yang super sibuk itu. Aku tidak mau adikku satu-satunya ini menjadi gila.”
”Hya! Aku tidak akan seperti itu, oppa. Justru kau yang akan membuatku gila kalau sering meneleponku seperti ini.”
”Hahaha baiklah, baiklah, aku memang tidak pandai berdebat denganmu. Oh ya, ngomong-ngomong aku sudah ada di bandara sekarang. Nanti aku akan mampir ke apartemenmu begitu aku sampai Seoul.”
”Jam berapa kau akan mampir? Aku ada rapat sampai sore.”
”Begitu? Ah baiklah, aku akan menunggu di apartemen temanku nanti.”
”Apartemen temanmu?”
”Ne, kebetulan dia tinggal di apartemen yang ada di seberang apartemenmu.”
”Geurae?”
”Hei, bukankah kau sudah harus berangkat sekarang?”
”Omo! Jam delapan! Oppa, ini gara-gara kau!”
”Mwo? Gara-gara aku? Hahahaha...”
”Hya! Jangan tertawa! Kalau kita sudah bertemu, aku akan memberimu pelajaran.”
”Baiklah, cepat sana berangkat!”
Pip. Yoonkyu segera melemparkan ponselnya di atas ranjangnya lagi. Dengan langkah cepat, ia mengganti baju dan menghias rambutnya kemudian beranjak keluar unit apartemennya.
”Aiiiisshh aku kan tidak pernah terlambat. Mereka akan bilang apa kalau melihatku terlambat seperti ini? Lee Sungmin, awas kau!”
Sambil terus membenahi blazer biru muda dan dress putih selututnya, Yoonkyu melangkah lebar keluar area apartemen. Namun langkahnya terhenti saat ia mendengar sebuah suara yang tak asing memanggil namanya. Ia menoleh dan mendapati Kibum tengah menyenderkan tubuhnya di pintu mobil BMW putihnya. Yoonkyu sedikit terkesima melihat penampilan Kibum dengan kaus putih tipis V-neck dibalut jas biru dongker dan celana bahan putih yang agak menggantung. Kedua matanya dihiasi kaca mata hitam besar.
”Kau? Kenapa kau ada di sini?” tanya Yoonkyu seraya mengajukan jari telunjuknya ke arah Kibum. Yang ditanya melangkah menghampiri Yoonkyu sambil membuka kaca matanya. Yoonkyu kembali terkesima. Dengan gugup, ia membuang pandangannya ke arah lain.
”Aku hanya ingin mengajakmu berangkat bersama-sama ke kantor. Kau bisa menghemat uangmu untuk ongkos taksi kalau ikut denganku.” jawab Kibum santai.
”Ck, menurutmu begitu? Tapi sayangnya aku lebih suka menggunakan taksi dari pada harus naik mobilmu lagi.”
Kibum menatap Yoonkyu lama. ”Kau marah?”
”Menurutmu?”
”Kita baru bertemu kemarin dan kau sudah menggunakan bahasa informal denganku.”
Yoonkyu membisu. Aigoo, menyebalkan sekali namja ini! batinnya sebal.
”Jo-joesonghamnida.” ucapnya ragu. Kibum tertawa kecil.
”Aku tidak mempermasalahkan itu, nona Lee. Aku justru suka kau menggunakan bahasa informal denganku. Itu berarti, kau merasa kita adalah teman.”
”Mwo?”
”Sebaiknya kita berangkat sekarang. Bukankah kita sudah terlambat? Reputasimu akan jatuh kalau kau sampai terlambat. Kajja!” Kibum berjalan menuju mobilnya. Sementara Yoonkyu mendengus sebal lalu menyusul Kibum masuk ke dalam mobilnya.

***

Aku sudah sampai Seoul sekarang dan langsung menuju apartemen temanku. Kau masih di kantor?
Yoonkyu membaca pesan singkat yang dikirim Lee Sungmin, kakak kandung yang berbeda tiga tahun darinya itu. Kini ia sedang berada di kantin kantornya dengan satu piring salad buah sebagai menu makan siangnya hari ini. Ia memang lebih sering makan buah dan sayuran sebagai santapannya karena ia benar-benar ingin menjaga berat badan tubuhnya.
Ibu jari Yoonkyu menari di atas layar sentuh ponselnya, mengetikkan pesan balasan untuk kakaknya itu. Setelah pesan itu terkirim, ia kembali menyantap salad buahnya yang tinggal setengah sebelum kemudian matanya menangkap sosok Kibum yang berjalan tak jauh dari posisinya. Sekali lagi Yoonkyu merasa terkesima melihat sosok namja itu.
”Tampan.” ucap Yoonkyu lirih. ”Omo! Apa yang baru saja kukatakan?”
Yoonkyu kembali melahap satu potongan melon dan melihat Kibum keluar dari kantin sambil menempelkan ponsel di telinganya.

***

”Aku sedang menuju apartemenmu sekarang. Ah, sebenarnya aku ingin ke apartemen adikku, tapi dia sedang sibuk bekerja. Jadi kupikir, tidak ada salahnya mampir ke apartemenmu lebih dulu.”
Lee Sungmin. Namja berambut merah gelap itu berada di sebuah taksi, memandang gedung-gedung tinggi di luar jendela mobil dengan ponsel menempel di telinganya.
”Jadi kau ada di Seoul sekarang?”
”Begitulah. Aku merindukan adikku.” jawab Sungmin dengan tarikan di bibirnya.
”Ah, nona Lee badut itu kan?”
Sungmin tertawa kecil menanggapi ucapan temannya di telepon itu.
”Kau tidak akan menyebutnya seperti itu jika kau bertemu dengannya. Kau mungkin akan terpesona melihat penampilannya sekarang.”
”Benarkah? Aku jadi tidak sabar. Ah ya, aku akan pulang sekarang juga. Kau sudah hampir sampai apartemenku kan?”
”Hei, sok tahu sekali kau ini. Tapi memang benar, sebentar lagi aku akan sampai di apartemenmu. Ah, mianhae, aku jadi mengganggu pekerjaanmu hari ini.”
”Gwaenchana. Kita kan bersahabat, bahkan aku sudah menganggapmu seperti hyungku sendiri. Lagi pula, kita sudah lama tidak bertemu sejak kau pindah ke Busan. Tidak perlu sungkan seperti itu.”
”Ah, baiklah. Aku akan menunggumu. Annyeong!”
Pip. Sungmin menutup ponsel flip birunya lalu menghela napas panjang. Satu tangannya meraih sebuah foto yang sedari tadi tergeletak di atas tas selempangnya. Foto berisi satu namja kecil dan yeoja kecil yang tak lain adalah Sungmin dengan Yoonkyu itu nampak bahagia. Sungmin menarik bibirnya.
”Nan neomu geuriwosseo, Yoonkyu-ah.” ujarnya pelan. Ia lalu meletakkan foto tersebut ke dalam dompet hitamnya.
”Sillyehamnida, kita sudah sampai.” ucap sang supir taksi. Sungmin terkesiap dan menegok sekilas bangunan di sebelah mobil taksi yang ia tumpangi.
”Oh, baiklah. Ini uangnya, ahjussi. Gomapseumnida.”
Sungmin pun turun dari taksi dan berjalan menuju apartemen bergaya Modern Eropa itu dengan langkah ringan.

***

”Ini bahan untuk rapat nanti.” ujar seorang yeoja dengan setelan kemeja polos dan celana bahan panjang itu. Ia meletakkan sebuah map di atas meja kerja Yoonkyu.
”Gomawo,” jawab Yoonkyu di sertai senyumnya. Gadis ini memang terkenal tegas dan ketus di kantornya, hanya pada Shin Eunhwa, karyawannya di bagian perencanaan lah ia bisa menunjukkan keramahannya. Semua itu karena Shin Eunhwa yang berjasa memasukkan dirinya ke perusahaan Catshion ini.
”Hya! Kau pacaran dengan manajer pemasaran yang baru itu ya?” tanya Eunhwa sambil mencondongkan sedikit badannya ke depan Yoonkyu.
”Mworago?”
”Aku melihat kau pulang bersamanya kemarin, dan tadi pagi aku juga melihatmu turun dari mobilnya. Apa namanya kalau kalian tidak pacaran? Aigoo, perkembanganmu cepat sekali, Yoonkyu-ah.”
”Hya! Kau ini bicara apa? aku tidak pacaran dengan playboy itu. Dia bukan tipeku!”
”Benarkah? Hati-hati, kau bisa termakan omonganmu sendiri.” goda Eunhwa.
”Dia hanya mengantarku pulang karena kemarin hujan deras dan aku tidak membawa payung. Soal tadi pagi, aku tidak tahu tiba-tiba dia sudah ada di depan apartemenku.” papar Yoonkyu.
”Omo, itu berarti dia yang tertarik padamu, Yoonkyu-ah!”
”Mwo?”
”Kau tahu? Beberapa karyawan perempuan di sini berlomba-lomba menarik perhatian Kibum. Baru dua hari dia bekerja di kantor ini, dia sudah mendapat morning present dari karyawan-karyawan itu. Yah, kuakui dia memang sangat tampan dan punya senyum yang manis. Wajar saja kalau banyak karyawan yang menyukainya.” papar Eunhwa sambil bersender di meja kerja Yoonkyu, berlawanan arah dengan Yoonkyu di belakangnya.
Yoonkyu terdiam seraya menggoyang-goyangkan kursi kerjanya. Satu telunjuknya mengetuk-etuk dagunya yang panjang.
”Hya! Sedang apa kau? Ayo rapat!”

***

Angin berhembus cukup kencang siang ini. Bau hujan mulai tercium di sepanjang jalan. Pukul dua siang, namja itu mengetukkan ujung sneakersnya, menikmati lagu yang dipasangnya lewat earphone. Sesekali ia mengikuti lirik lagu yang didengarnya sambil memejamkan mata.
Sementara itu, namja lain baru saja keluar dari lift yang membawanya ke lantai delapan, tempat unitnya berada. Satu senyuman tertarik di bibirnya begitu ia mendapati namja yang mendengarkan musik itu tengah berdiri, menyender tembok di sebelah pintu unitnya.
”Kau tidak berubah.” ucapnya.
”Kim Kibum?”
”Tentu saja, ini aku.”
”Ah geuraeyo? Kau berubah sekali. Apa-apaan jas ini? kau kan tidak suka memakai jas formal seperti ini.”
”Eottae? Aku tampan kan?”
”Hahaha ne, ne, kau memang tampan, Kibum-ah. Tapi tetap saja tidak ada yang lebih tampan dariku. Lee Sungmin, namja terpopuler di SMU Myungji.”
Kibum tersenyum lebar menanggapi gurauan Sungmin. Ia pun menekan beberapa digit angka kode pintu unitnya. ”Ayo masuk.” ajaknya.
Sungmin menyusul namja itu masuk ke dalam unit apartemen Kibum yang rapi dan wangi.
”Aigoo, wangi sekali. Ini seperti apartemen orang lain. Bukankah kau dulu sangat jorok?”
Lagi-lagi Kibum menanggapi dengan senyum mautnya.
”Omo! Jangan-jangan kau jatuh cinta?”
Kibum tidak langsung menjawab. Ia menuangkan segelas wine dari mini bar yang ada di ujung bagian unitnya, dekat dapur. Sungmin duduk di kursi bar, menyusul Kibum yang sudah lebih dulu duduk di sana.
”Aku tidak jatuh cinta. Hanya saja, seseorang sudah membuatku berubah seperti ini.” jawabnya disertai satu tegukan wine dari gelasnya.
”Benarkah? Itu bagus sekali!” Sungmin meneguk wine miliknya hingga habis. ”Hei, sudah berapa lama kita tidak bertemu? Satu tahun? Dua tahun? Ah, aku lupa.”
”Lima tahun.”
”Ah, benar. Lima tahun. Itu waktu yang sangat lama bukan? Selama ini kita hanya berkomunikasi lewat telepon dan e-mail. Tapi kau tidak pernah bercerita apapun tentang kisah pribadimu padaku.” ucap Sungmin.
”Aku hanya merasa semua itu tidak penting. Tidak ada yang menarik dari kisahku.” jawab Kibum.
”Aku tidak yakin.”
”Kau bilang, kau datang ke Seoul karena merindukan adikmu.” Kibum mengalihkan pembicaraan. ”Sudah sebesar apa nona Lee itu sekarang?”
Sungmin tertawa kecil. ”Yang pasti, dia sangat cantik. Kau akan jatuh cinta padanya kalau kau bertemu dengannya.”
”Benarkah?”
Sungmin menghela napas dalam. ”Sebuah kejadian membuat dia berubah. Adikku itu... dia sudah tidak sepolos dan seramah dulu.” ujarnya dengan pandangan yang menerawang. ”Menurutnya, cinta dan pernikahan itu tidak penting. Dia lebih mendahulukan karirnya.”
Kibum menyimak cerita Sungmin baik-baik. ”Memangnya, dia bekerja di mana?”
”Catshion.”
Mata Kibum membelalak. ”Cat-catshion?”
“Ne. Dia bekerja sebagai manajer bagian perencanaan di sana.”
”Mwo?”
”Waeyo?” Sungmin menautkan alisnya. ”Apa... ada yang salah dengan ucapanku?”
”A-aniya. Tidak ada apa-apa.” jawab Kibum ragu.
”Ah ya, apa kau berhasil menggaet wanita Amerika? Mereka pasti cantik-cantik kan? Mereka punya mata yang bulat dan berwarna biru. Ah, itu pasti indah sekali.”
Kibum tidak berkata apapun. Pandangannya menerawang. Satu tangannya menggenggam gelas wine miliknya.
”Kibum-ah? Wae geurae?” tanya Sungmin heran.
”Ah, eobsseoyo.”
”Kau yakin? Sejak kuceritakan tentang adikku, kau langsung melamun seperti ada hal yang sedang kaupikirkan. Apa itu menyangkut adikku?”
”Ne?”
”Aku benar kan?”
”A-aniya, Sungmin-ah. Aku hanya... hanya sedang mengingat agenda rapat di kantor.”
”Begitu? Baiklah.” Sungmin mengangguk-anggukkan kepalanya. ”Ngomong-ngomong soal adikku, dia sekarang tinggal di apartemen seberang apartemenmu. Kau tahu kan, orang tua kami sudah tidak ada. Sejak aku dipindahkan di Busan, dia tinggal sendiri di rumah. Saat itu, dia baru saja diterima bekerja di Catshion. Karena itulah, dia memutuskan untuk menyewa apartemen dekat kantornya.” cerita Sungmin.
”Apa... dia tidak punya namja chingu?”
Sungmin menyeringai. ”Punya. Tapi itu dulu, saat dia masih berada di SMU. Seperti yang sudah kukatakan tadi, sesuatu yang buruk terjadi padanya. Mungkin dia akan bercerita lebih banyak kalau kalian berdua bertemu.” jawab Sungmin sambil meneguk satu gelas wine lagi.
Kibum menggenggam kencang gelas wine-nya dengan tatapan lurus. Rahangnya sedikit menguat. Ia kemudian menuang wine lagi ke dalam gelasnya dan langsung meneguknya hingga habis tak bersisa.

***

”Oppa, neon eodisseoyo? Aku baru saja sampai di apartemen.”
”Geuraeyo? Baiklah, aku akan segera ke sana. Annyeong!”
Pip. Gadis itu menutup sambungan teleponnya. Ia membuka blazer yang dikenakannya lalu beranjak menuju dapur sambil sesekali memijat lehernya. Diambilnya segelas air mineral dari lemari es yang berada di sana.
”Haaahhh kenapa hari ini lelah sekali? Aigoo, aku harus ke spa.” gumamnya halus.
Ia beranjak lagi menuju sofa di depan tivi dan duduk menyender sambil mendongakkan sedikit kepalanya. Pikirannya melayang saat ia menghadiri rapat dengan bagian pemasaran tadi siang.
”Menyebalkan! Percuma dia belajar bertahun-tahun di luar negeri kalau bekerja saja tidak becus. Ini kan rapat penting, seharusnya dia bisa datang atau setidaknya memberitahu alasan dia tidak datang! Aiiissshh aku tahu dia tampan, tapi kalau kelakuannya seperti itu, nol besar!” umpatnya geram.
Teeeettttt...
Tiba-tiba bel unitnya berbunyi keras. Gadis itu segera beranjak menuju pintu tanpa harus melihat ke arah interkomnya.
”Lee Yoonkyu! Bogoshipoooo...” seru Sungmin begitu Yoonkyu membuka pintunya. Ia langsung mendapat pelukan dari oppa-nya itu.
”Aish, oppa! Jangan memelukku!”
Spontan Sungmin langsung melepaskan pelukannya dan menatap heran ke arah Yoonkyu. ”Wae geurae? Kau tidak merindukanku?”
”Ani.”
”Mwo?”
”Cepat masuk, aku mau mandi.” ujar Yoonkyu sambil melangkahkan kakinya ke dalam rumah.
”Hya! Yoonkyu-ah! Setidaknya bantu aku membawa koper ini. Hya!”

***

Pagi menjelang berhias hujan yang sejak dini hari mengguyur Seoul. Kabut menambah suasana dingin yang dihasilkan pagi ini. Seorang gadis masih menelungkup di bawah selimutnya yang tebal sementara ponsel dan alarm wekernya berbunyi secara bergantian sejak tadi. Namun ia tetap tidak bergeming dan justru membuang ponsel serta jam wekernya ke lantai yang berbalut karpet.
Teeeeett
Kini bunyi bel pintu unit apartemennya menggema.
Teeeeeeeeeeettt
”Oppa! Itu pasti tamumu! Cepat buka pintunya aku masih mengantuk!” teriaknya kencang. Namun tak ada jawaban apapun dari namja yang juga sedang tertidur pulas dengan kapas yang menutupi kedua telinganya.
Teeeeeeeeeeeeeeeeeeeettt
”Aisshh! Siapa yang bertamu malam-malam begini? Mengganggu saja!” omelnya sambil menegakkan tubuh. Namun tubuhnya kembali tertidur di ranjang dengan pasrah.
”Lee Yoonkyu, sekarang sudah jam delapan.” ucap namja yang berada di depan pintu unit apartemen Yoonkyu.
”Aigoo... aku tahu ini jam delapan. Lalu kenapa? Omo! Sekarang jam delapan? JAM DELAPAN?? Aiiiisssshh kenapa tidak membangunkanku sejak tadi? Jinjja!”
Yoonkyu segera beranjak dari ranjangnya dengan bunyi langkah yang keras. Ia bolak-balik dari dapur menuju kamar mandi, lalu kembali lagi ke kamar tidur kemudian gudang.
”Astaga, mau apa aku ke sini? Aiiiissshhh... aku telat lagi!”
Ia pun melangkah cepat menuju kamar mandi, namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat ia menyadari sesuatu. Ia berbalik dan mendekati pintu unit apartemennya. Perlahan, dibukanya kenop pintu.
”Kau?”

***

Kibum keluar dari mobil dan membentangkan payungnya. Ia berjalan masuk ke sebuah apartemen sambil menempelkan ponsel di telinganya. Langkahnya terhenti begitu ia sampai di depan pintu unit nomor 1022. diturunkannya ponsel dan tangannya terangkat menekan bel yang ada di sebelah pintu.
Teeeeeett
Tidak ada jawaban apapun dari dalam. Satu senyuman tertarik di bibir Kibum.
”Dia pasti belum bangun. Baiklah, aku akan membangunkanmu.”
Teeeeeeeeeett
Ditekannya bel pintu itu dengan lebih lama.
”Lee Yoonkyu, sekarang sudah jam delapan.” ucap Kibum.
Teeeeeeeeeeeeeeeeettt
Namja itu bisa mendengar bunyi langkah yang keras dan suara gerutuan dari dalam unit itu. Ia melepaskan tawa kecil sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Tak lama kemudian, pintu unit itu terbuka.
”Kau?” seru Yoonkyu dengan telunjuk yang terangkat di depan Kibum.
”Selamat pagi, Manajer Perencanaan. Apa tidurmu nyenyak?”
”Hya! Kau tidak punya kerjaan ya? Untuk apa kau ke sini lagi?”
”Aku? Hmmm cuma membangunkan rekan kerjaku saja. Kau pasti telat lagi hari ini. Benar, kan?”
”Hya! Kau-”
Yoonkyu langsung mengatupkan mulutnya begitu ia menyadari sesuatu. Kibum tertawa. Tangan Yoonkyu langsung bergerak merapikan rambut dan wajahnya yang berantakan.
”Apa yang kau tertawakan?”
”Ah, bukan apa-apa. Hanya saja... aku baru pertama kali melihat penampilanmu setelah tidur. Ternyata kau tetap manis.”
Yoonkyu mendelik lalu mendengus sebal.
”Hei, cepatlah! Kita akan terlambat lagi nanti.”
”Omona! Aku lupa!”
Bruk!
Yoonkyu menutup pintu unitnya keras.
”Hya! Kenapa-” Kibum menghentikan ucapannya dan tersenyum persis di hadapan pintu unit Yoonkyu.

***

Brak!
Yoonkyu menutup pintu mobil Kibum dengan kencang begitu kendaraan tersebut berhenti di depan lobi kantor Catshion. Ia buru-buru melangkah masuk. Kibum yang masih berada di belakang setir mobilnya memperhatikan Yoonkyu sambil tersenyum. Ia pun membuka pintu mobil dan seorang security menyapanya ramah.
”Maafkan aku, apa anda bisa memarkirkan mobilku?” tukas Kibum pada security berbada tegap tersebut.
”Ye, sajangnim.”
”Ah, gomapseumnida.”
Kibum merapikan sedikit jasnya. Kakinya melangkah masuk menyusul Yoonkyu yang mungkin sudah jauh di depannya.

***

”Menyebalkan sekali! Kenapa aku harus terlambat dua hari berturut-turut?” umpat Yoonkyu sambil terus berjalan masuk ke dalam kantornya. ”Omo!”
Ia menghentikan langkahnya begitu menangkap pemandangan tak wajar yang terjadi di hadapannya. Beberapa karyawan Catshion berjejer di depan lift hingga membentuk satu barisan rapi.
”Sepertinya bukan cuma kita yang terlambat,” ungkap namja yang tiba-tiba berdiri di sebelahnya. Yoonkyu tidak merespon. Ia terlalu takjub dengan pemandangan di depannya.
”Apa lift lainnya mati?” tanya Yoonkyu lebih kepada dirinya sendiri.
”Mungkin.” Kibum menimpali sambil menggedikkan bahunya. Ia tersenyum dan mengait tangan gadis di sampingnya itu.
”Hei! Apa yang kaulakukan?” protes Yoonkyu begitu menyadari Kibum menariknya ke suatu tempat yang ia tak tahu apa. ”Lepaskan tanganku! Kau mau membawaku kemana?”
”Diamlah. Kau tidak mau mengantri juga kan seperti mereka?”
”Mwo?”
Yoonkyu mulai diam dan pasrah dengan perlakuan Kibum hingga ia menyadari bahwa Kibum sedang membawanya ke tangga darurat yang sepi. Mata bulat Yoonkyu menatap tangga itu tak percaya.
”Ayo naik!” ajak Kibum.
”Kau gila,”
Tatapan Yoonkyu beralih pada Kibum dengan sulut berapi-api. ”Aku tidak mau naik tangga!”
”Kenapa?” pertanyaaan Kibum menghentikan kaki Yoonkyu yang baru akan melangkah keluar. ”Kenapa kau tidak mau naik tangga?”
Yoonkyu berusaha mengatur napasnya yang tertahan sejak ia menatap gundukan anak tangga tadi. ”Aku hanya tidak mau.”
”Karena trauma?”
Yoonkyu merasa seakan disiram oleh air es yang sangat banyak begitu mendengar pertanyaan Kibum. Dibaliknya badan mungilnya dan menatap Kibum dalam.
”Ya, aku trauma. Aku takut melihat tangga darurat yang kecil. Aku takut jatuh. Takut merasakan sakit karena jatuh itu. Aku takut semuanya!”
Napas Yoonkyu berderu seiring kalimat yang keluar dari mulutnya. Pandangannya sedikit kabur karena air itu menghalanginya. Kibum menatap Yoonkyu prihatin. Perlahan, ia mendekati gadis itu.
”Aku tahu,” ucapnya.
”Kau tidak tahu apa-apa.”
”Tapi aku mengerti,”
”Kau tidak mengerti, Kim Kibum!”
Hening. Mata mereka beradu dalam tatapan yang penuh arti. Satu tetes air mata Yoonkyu mengalir halus namun buru-buru dicekanya.
”Aku tetap akan menunggu lift itu terbuka.” ujarnya dengan suara serak. Kakinya beranjak meninggalkan Kibum yang terpaku menatapnya. Tanpa Yoonkyu ketahui, tangan namja itu mencengkeram keras dan rahangnya menguat, menahan segala emosi yang membuncah di balik rusuknya.
”Aku akan mengerti. Semua tentangmu di masa lalu... aku akan mencoba untuk mengerti.”

-To be Continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar