Senin, 13 Februari 2012

FF (series) > A Step Closer to You (2/2)


Title : A Step Closer to You
Author : Zatha Amanila
Genre : Romance
Rating : PG-15
Length : Twoshot
Casts : Kim Kibum, Lee Yoonkyu, Lee Sungmin, Cho Kyuhyun

~~~~~

Yoonkyu meletakkan bolpoin yang ia gunakan untuk mencatat agenda rapat dengan karyawan bagian perencanaannya. Pikirannya tidak fokus sejak kejadian tadi pagi. Ia merasa gelisah. Telinganya tidak menangkap satu katapun yang dilontarkan Jung Hyesung, karyawan barunya, mengenai tema majalah untuk bulan ini.
”... Jadi menurut manajer Lee bagaimana? Apa tema yang kuajukan ini bisa mendongkrak pembelian majalah kita bulan ini?” tanya Hyesung mengakhiri presentasinya.
Sepi. Tidak ada respon apapun dari orang yang ditanya. Ia justru sibuk mengatur napasnya agar normal kembali sambil bertopang kening. Semua karyawan yang berada di sana saling pandang dengan tatapan yang menunjukkan tidak-biasanya-manajer-Lee-seperti-ini.
”Joesonghamnida, manajer Lee,” Hyesung mencoba menyadarkan Yoonkyu. Dalam sekali sentuhan pada tangannya, Yoonkyu kembali sadar.
”Ah, mianhae. Kau sudah selesai presentasi?”
Hyesung memandang karyawan lainnya sekilas. Seakan telah mendapat jawaban, Yoonkyu mengedarkan senyuman yang sangat jarang ia keluarkan di kantor.
”Maafkan aku, aku... sedang tidak enak badan. Lebih baik aku ke toilet sebentar.”
Yoonkyu mendorong kursinya dan beranjak keluar ruangan. Ia memijit pelan keningnya di perjalanan menuju toilet yang tak jauh dari ruang kerjanya. Mereka pasti bingung. Batin Yoonkyu.
Sesampainya di toilet, ia langsung menyalakan keran wastafel dan membasuh wajahnya yang dibalut make-up tipis. Bibirnya sedikit pucat. Ditatapnya wajah putih yang terpantul di cermin toilet. Sekelebat kejadian mengerikan beberapa tahun yang lalu melintas di dalam pikirannya. Ia langsung menekan wajahnya dengan tangan yang masih basah. Tangisnya pecah.

***

Kibum-ah, aku pergi ke Busan hari ini. Ada panggilan mendadak dari bosku. Aku titip adikku, beritahu aku kalau terjadi apa-apa padanya. Aku mempercayaimu.
Kibum membuka ponsel flipnya begitu ada pesan masuk. Ternyata dari Sungmin, sahabatnya semasa SMU. Ia menghela napas.
”Menjaga adiknya? Si nona Lee itu?” Kibum tersenyum lalu meletakkan punggungnya di badan kursi. Ia memutar kursi tersebut ke arah jendela besar yang berada di belakang meja kerjanya. Matanya menelusuri pemandangan yang ditampilkan oleh jendela itu.
Ingatannya mengulang kejadian tadi pagi, kejadian yang sesungguhnya sudah direncanakannya. Ya, semua itu adalah rencananya. Semua, kecuali antrian karyawan di depan lift itu.
Ada rasa bahagia yang menggelayuti hatinya karena ia sudah menemukan orang yang sejak dulu menguras pikirannya karena rindu. Namun di sisi lain, ia sangat kesal. Karena orang yang dirindukannya setengah mati itu mengalami kejadian buruk saat mereka berpisah bertahun-tahun lamanya.
Tangan Kibum membuka sebuah liontin yang sejak tadi ia genggam. Benda itu tiba-tiba mengeluarkan dentingan nada yang sangat indah. Satu foto tertempel di sana. Bibir Kibum tertarik, matanya menatap foto itu dalam. Fotonya bersama seorang gadis berseragam SMP.
”Chajatta (aku menemukanmu),” ucapnya pelan. Ia menutup liontin tersebut dan kembali menggenggamnya erat.

***

Aku ada panggilan tiba-tiba dari bosku. Mianhae aku harus pergi lagi ke Busan tanpa izin darimu. Aku akan datang lagi menjengukmu kalau aku libur nanti. Jaga diri baik-baik. Saranghae ^_^
Yoonkyu membaca pesan dari Sungmin di ponselnya dengan malas. Kepalanya menoleh ke arah jalanan yang ramai kendaraan di balik jendela restoran Jepang yang dikunjunginya malam ini. Ia memang sengaja tidak langsung pulang ke unitnya. Pulang ke sana tidak akan membuat perasaannya membaik.
Diteguknya sisa lemon tea yang ia pesan sebelum kemudian ia merasakan ponselnya bergetar. Dahinya mengerut saat menatap nomor tanpa nama di layar ponselnya. Yoonkyu mendecakkan lidahnya. Ia memang paling malas mengangkat telepon dari orang yang tidak dikenalnya. Dibiarkannya ponsel itu terus bergetar hingga akhirnya berhenti.
Tak berapa lama, muncul sebuah pesan. Dari nomor yang sama. Dengan malas, Yoonkyu membaca pesan itu.
Eodiya? Kenapa tidak mengangkat teleponku?
Dahi Yoonkyu kembali mengerut. Ia juga tidak berniat membalas pesan itu, ia justru bergerak cepat melepas baterai ponselnya. Namun gerakannya kalah cepat dengan pesan yang kembali masuk ke ponselnya. Nomor yang tetap sama.
Balaslah. Aku hanya ingin tahu kau di mana. Kim Kibum.
Mata Yoonkyu membelalak begitu ia membaca satu nama yang tertera di sana. Kim Kibum. Apa ia salah membaca?
Ibu jari Yoonkyu bergerak lincah di atas layar sentuh ponselnya, mengetikkan beberapa kata balasan untuk Kibum.

***

Sluuuuuuurrrp
Kibum asik menyantap ramen yang dibuatnya sendiri sambil sesekali menoleh ke balkon kamarnya yang menghadap ke apartemen seberang. Sejak pulang dari kantornya, ia terus mengawasi apartemen tersebut, berharap seseorang yang ditunggunya muncul dari sana. Setidaknya hatinya akan lega jika orang itu sudah tertangkap matanya berada di apartemennya dan tidur dengan nyaman di atas ranjangnya.
Namun dua jam berlalu, gadis itu tidak kunjung muncul. Ia gelisah. Dihentikannya kegiatan makannya dan beranjak ke balkon kamar sambil menempelkan ponsel di telinganya. Beruntung Sungmin memberinya nomor ponsel gadis itu hingga ia bisa dengan mudah memastikan keberadaannya.
Namun sepertinya ia tak beruntung. Gadis itu tidak kunjung mengangkat teleponnya hingga suara sambungan telepon itu berganti suara operator yang ramah tapi membuatnya kesal.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengetikkan pesan pada gadis itu. Baru saja pesan itu terkirim, ia kembali berkutat dengan ponselnya, mengirimi pesan lagi. Ibu jarinya asik menari di atas keypad ponsel flip yang sudah lima tahun digunakannya itu.
Kibum menghela napas panjang sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Beberapa detik kemudian, ponselnya berbunyi singkat. Buru-buru dibukanya ponsel itu.
Bukan urusanmu.
Alis Kibum tertaut. Sesaat kemudian, ditariknya sebuah senyuman. Ia menempelkan ponsel di telinganya. Entah bisikan itu datang dari mana, ia yakin Yoonkyu akan mengangkat teleponnya kali ini.
”Wae?”
Dan benar. Nada ketus itu langsung meluncur begitu teleponnya di angkat.
”Kau di mana? Kenapa belum pulang?”
”Bukan urusanmu, tuan Kim.” jawab Yoonkyu cepat. Ia tidak tahu kalau orang yang diajaknya bicara sedang tersenyum lebar.
”Kau sudah makan malam?”
Terdengar helaan napas berat dari ponsel Kibum.
”Sudah kukatakan itu bukan urusanmu. Jangan menganggapku seperti temanmu karena aku tidak memiliki teman sepertimu.”
”Hei, jangan berbicara dengan bahasa informal padaku. Ingat, meski jabatan kita sama-sama manajer, tapi kedudukanku lebih tinggi. Karena aku adalah keponakan dari pemilik Catshion, perusahaan di mana kau bekerja. Mengerti, nona Lee?”
”Mwo?”
”Sekarang jawab pertanyaanku baik-baik. Apa kau sudah makan malam?”
”...”
”Kenapa diam saja?”
Mata Kibum tiba-tiba menangkap siluet Yoonkyu yang sedang berjalan gontai ke arah apartemennya. Satu senyuman tertarik lagi di bibirnya.
”Baiklah, tidak perlu kaujawab. Aku sudah mendapatkan jawabannya.”
Pip.
Kibum menutup sambungan telepon itu. Matanya terus memperhatikan Yoonkyu yang menggerutu sebal di depan gedung apartemennya. Begitu ia memastikan gadis itu masuk ke dalam apartemen, ia langsung meraih jaket abu-abu yang tersampir di badan sofa ruang tamunya. Dengan langkah cepat, ia keluar dari unitnya.

***

Buk!
Yoonkyu melempar tubuhnya di atas ranjang. Ia sangat lelah, meski hari ini tidak ada satupun kegiatan di kantor yang melelahkan. Semua itu karena kejadian tadi pagi yang membuatnya kembali mengingat masa lalu mengerikan. Bukan hanya kejadian itu, tapi juga seseorang yang mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat.
Ia menghembuskan napasnya panjang. Matanya menatap lurus langit-langit kamar.
”Orang itu... aku tidak menyangka dia begitu menyebalkan.” umpatnya kesal.
Teeeeeett
Yoonkyu terkesiap mendengar bunyi bel unitnya. Dengan malas, ia beranjak mendekati interkom yang di pasang di dekat pintu.
”Aiiiiisssshh kenapa dia ke sini lagi?”
”Kau tidak mau membuka pintunya? Di sini dingin, tidak baik membiarkan tamu menggigil di depan pintu.”
Yoonkyu mendecakkan lidahnya sebal. Dengan setengah hati, ia membuka pintu dan menyumbullah sosok Kibum dari sana.
”Wae?” tanya Yoonkyu ketus sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Kibum tersenyum. Aigoo, dia pikir senyumnya bagus apa? hardik Yoonkyu dalam hati.
”Aku belum makan malam.”
”Lalu?”
”Aku butuh teman makan.”
”Dan kau memintaku untuk menemanimu makan?”
”Tepat.”
”Kau gila.”
”Kurasa begitu.”
Yoonkyu menatap Kibum tajam. ”Kenapa kau senang sekali menggangguku?”
”Karena dulu aku bahkan malu untuk mendekatimu.”
”Mwo?”
”Aigoo, dingin sekali. Di salam sana pasti hangat.”
”Hya! Mau apa kau? Aku belum mengizinkanmu masuk! Hya!”
Yoonkyu merasa teriakan pencegahannya sia-sia karena namja dengan jaket abu-abu itu sudah duduk dengan nyaman di belakang meja makannya.
”Kau tidak punya makanan?”
Yoonkyu mendekati Kibum dengan perasaan kesal. ”Aku tidak pernah makan malam.”
”Benarkah? Padahal makan malam itu penting.”
”Penting untuk membuat berat badanku naik maksudmu? Tsk.”
”Hei, siapa bilang makan malam membuat berat badanmu naik? Kau justru akan kurus kering kalau tidak makan malam.”
”Mwo?” Yoonkyu menyusul Kibum untuk duduk di kursi sebelahnya. Nampaknya, ia mulai tertarik dengan obrolan ini.
”Saat kita tidur, kita justru membutuhkan banyak tenaga. Karena meski kita terlelap, seluruh organ tubuh kita, terutama bagian pencernaan, tetap bekerja. Untuk itulah, jika kau tidak menyantap apapun sebelum tidur, kau akan merasa sangat lapar saat kau bangun. Bahkan kau akan merasakan perutmu meraung-raung ketika kau sedang tidur.”
Yoonkyu nampak berpikir lalu mengangguk-angguk pelan, membenarkan yang Kibum paparkan.
”Apa itu berarti kata-kataku benar?”
Yoonkyu mengerjapkan matanya berulang kali begitu menyadari wajah Kibum mencondong ke arahnya dengan jarak dekat. Namja itu menggoda Yoonkyu dengan mengeluarkan senyum mematikannya.
”Baiklah, karena aku sedang lelah, aku terpaksa membenarkan ucapanmu.” ujar Yoonkyu. ”Tapi bukan berarti aku setuju.”
”Hmm itu juga sudah cukup bagus. Intinya kau menganggap ucapanku benar.” Kibum memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket sementara Yoonkyu mendengus sebal.
”Kau benar-benar tidak punya makanan?” Kibum beranjak membuka lemari es milik Yoonkyu. Hanya ada tiga buah telur, satu botol air mineral, bermacam-macam jenis buah di dalam plastik, beberapa kaleng yoghurt, dan satu kotak es krim rasa vanila. Gadis diet. Pikir Kibum.
”Hanya itu yang aku punya, jadi jangan protes.” tukas Yoonkyu. ”Aku mau mandi dulu. Jangan membuat dapurku berantakan, arasseo?”
Bruk!
Kibum mendelik melihat Yoonkyu yang menghilang di balik pintu kamar mandi. Lagi-lagi ia tersenyum. Cute, pikirnya.
Namja itu menelusuri lemari di dapur Yoonkyu. Ia sudah bisa menduga tidak akan menemukan apapun di sana kecuali beberapa piring dan cangkir yang tersusun rapi. Ia menghela napas dan memutuskan untuk menyantap buah anggur saja. Dibawanya semua anggur yang ada di lemari es Yoonkyu ke meja di depan tivi.
Tangan Kibum memetik satu anggur dan langsung memakannya. Sambil terus mengunyah, matanya menelusuri semua sudut unit apartemen Yoonkyu hingga tatapan itu terhenti pada sebuah foto di sebelah telepon. Matanya menyipit. Ia beranjak mendekati satu bingkai foto itu. Dadanya tiba-tiba sesak. Ada rasa bahagia dan sedih yang menggelayutinya.
”Sedang apa kau?”

***

Yoonkyu menyiram seluruh tubuhnya dengan air yang turun dari shower kamar mandinya. Ia merasa air itu begitu menenangkan pikiran yang kacau sejak tadi pagi. Tetesan air yang menghentak di lantai kamar mandi, membuat ia benar-benar rileks dan melupakan semua kejadian hari ini.
’Saat kita tidur, kita justru membutuhkan banyak tenaga. Karena meski kita terlelap, seluruh organ tubuh kita, terutama bagian pencernaan, tetap bekerja. Untuk itulah, jika kau tidak menyantap apapun sebelum tidur, kau akan merasa sangat lapar saat kau bangun. Bahkan kau akan merasakan perutmu meraung-raung ketika kau sedang tidur.’
Tiba-tiba ia teringat kata-kata Kibum mengenai makan malam di dapurnya tadi. Jauh di lubuk hatinya, ia sangat membenarkan hal itu. Sejujurnya ia tahu tentang pentingnya makan di malam hari. Tapi sejak memutuskan untuk terus menjaga berat badannya, ia tidak lagi mementingkannya.
Tangan Yoonkyu bergerak mematikan shower berair hangat itu.
”Kim Kibum... aku pasti mengenalmu sebelum ini.”
Tak ingin terhanyut dengan pikiran yang bisa membuat otaknya yang sudah jauh lebih tenang menjadi kacau lagi, ia mengambil handuk berbentuk baju dan membalut rambutnya yang basah dengan handuk lain. Kakinya melangkah keluar kamar mandi dan tidak mendapati Kibum berada di dapurnya.
”Kemana orang itu?”
Ia kembali melangkah mencari keberadaan Kibum. Matanya terbelalak begitu ia mendapati orang yang dicarinya sedang memegang bingkai foto yang sudah lama tidak ia sentuh. Gadis itu lupa menyimpannya di tempat yang tidak seorangpun bisa menemukannya. Bahkan ia lupa untuk membakar foto itu, seharusnya.
”Sedang apa kau?” tanya Yoonkyu dengan sulut mata berapi-api. Kibum tidak menoleh sama sekali, ia justru terpaku pada foto itu. Yoonkyu mendekatinya dengan langkah lebar lalu merebut foto itu, kasar.
”Siapa yang menyuruhmu menyentuh barang-barangku, hah?”
Kibum mencoba tersenyum dan menatap sulut marah Yoonkyu. ”Gadis itu lucu,”
”Pergi.”
”Kenapa aku harus pergi? Aku bahkan-”
”Aku bilang pergi!” teriak Yoonkyu. Kibum mengembalikan tarikan bibirnya dan menatap yeoja di hadapannya itu penuh arti. Matanya berkaca-kaca. Dadanya sesak, menahan segala perasaan yang membuncah. Ia ingin mengatakan semua itu pada yeoja ini, tapi ia merasa itu terlalu sulit.
”Kita bukan teman atau siapapun, tuan Kim. Kita hanya rekan kerja. Tidak sepatutnya kau menyentuh barang-barang orang lain tanpa izin.” ujar Yoonkyu tajam. ”Sekarang, aku mohon dengan sangat agar kau keluar dari rumahku.”
Kibum membisu. Tatapannya tak beralih. Ia bahkan merasa ingin terus menatap Yoonkyu sampai matanya sakit.
”Tidakkah kau merasa... kita pernah bertemu sebelumnya? Kau tidak mengingat sesuatu?”
Yoonkyu terdiam. Pikirannya berusaha keras mencerna pertanyaan Kibum yang baru saja dilontarkan.
”Ah, lupakan. Aku hanya... merasa kau mirip dengan seseorang. Terlalu mirip, bahkan.” ujar Kibum. ”Kalau begitu, aku pulang dulu. Maaf sudah mengganggumu.”
Kibum beranjak menuju pintu. Sebelum benar-benar keluar, ia berhenti sejenak dan menoleh ke arah Yoonkyu yang terpaku dalam posisinya. Ia mendongakkan kepala untuk menahan tetesan air matanya jatuh dan menambah sesak dadanya. Sedetik kemudian, ia benar-benar keluar dari unit Yoonkyu.
Duk!
Yoonkyu terduduk lemas di atas lantai kayu. Matanya memandang bingkai foto yang digenggamnya. Foto itu adalah potret dirinya semasa SMP bersama Sungmin. Sebenarnya itu adalah foto biasa, hanya saja di foto itu, Yoonkyu menggunakan kaca mata, rambut yang dikuncir dua, dan... ukuran badan yang besar. Ia ingat, berat badannya saat itu 90 kg. Ia ingat bagaimana sekarang tubuhnya bisa ideal seperti sekarang. Rasa sakit hati dan depresi beberapa bulanlah yang merenggut semua lemak ditubuh Yoonkyu. Ia tidak menyadarinya. Hanya suatu ketika, saat ia terbangun dari tidurnya, ia merasa tubuhnya begitu ringan. Ternyata ia sudah sangat kurus.
Yoonkyu tidak ingin siapapun, kecuali Sungmin, mengetahui bagaimana kondisi fisiknya dulu. Karena hal itu membuatnya takut, takut kehilangan orang-orang yang mendekatinya. Termasuk Kibum.
Yoonkyu terkesiap. Ya, Kim Kibum.
Sepertinya, ia sudah mengetahui semuanya.

***

Seorang yeoja dengan kaus putih berbalut kardigan motif garis-garis warna hitam-putih serta celana jins hitam itu berjalan anggun memasuki area kantornya sambil menenteng tas kulit cokelat muda. Rambut yang biasanya ia urai menutupi punggungnya kini ia kepang di sebelah kanan.
Sepanjang jalan menuju ruang kerjanya, beberapa pasang mata memperhatikannya sambil berbisik. Selama bekerja di Catshion, ia memang tidak pernah berpenampilan seperti itu. Ia selalu menggunakan dress yang dibalut beraneka model blazer serta sepatu hak tinggi. Hari ini ia mengubah tampilannya dan itu sukses membuat orang-orang di perusahaan itu menganga lebar.
”Selamat pagi, semua.” sapa Yoonkyu begitu ia membuka pintu ruang kerjanya. Beberapa karyawan yang sudah dua tahun bekerja dengannya itu membelalak hebat.
”Whooooaaaa manajer Lee, apa benar ini dirimu? Kau berbeda sekali.” seru Eunhwa.
”Benar, Manajer. Kau terlihat berbeda. Tapi tetap cantik.” puji Hyesung.
Yoonkyu tersenyum. ”Kembalilah ke tempat duduk kalian dan mulai bekerja. Oh ya, apa sudah ada keputusan mengenai konsep majalah bulan ini?”
Karyawan yang terdiri dari enam orang itu saling pandang.
”Kami tidak bisa memutuskan apapun. Karena yang berhak menentukannya adalah kau, manajer.” jawab Hyesung ragu.
”Oh? Benar juga.”
Hyesung tersentak mendengar jawaban Yoonkyu. Biasanya ia selalu dimarahi manajernya itu saat melontarkan jawaban yang mengecewakan Yoonkyu.
”Hyesung-ssi, berikan konsepmu. Aku akan membacanya.”
”Oh? Ba-baik, manajer.” gadis dengan rambut ikal sebahu agak merah itu bergerak cepat mengambil sebuah map di dalam laci kerjanya.
”Ini konsep yang sudah kubuat, manajer.” Hyesung memberikan satu map berisi beberapa kertas itu pada Yoonkyu dan kembali duduk di kursi kerjanya.
”Ah ya, Jongshin-ssi, bisakah kau membuat cover majalah kita lebih berwarna?”
”Ne?” karyawan berkacamata itu mendelik bingung.
”Aku ingin membuat gebrakan bulan ini dan mungkin untuk bulan-bulan berikutnya. Selama ini cover majalah kita sangat membosankan. Aku sudah melihat beberapa contoh cover majalah fashion di Paris beberapa waktu lalu, mereka menonjolkan warna yang bervariasi. Kupikir itu sangat bagus. Dan aku ingin kau juga membuat cover majalah kita seperti itu.”
Jongshin memandang Hyesung dengan tatapan yang masih bingung. Namun bukan bingung berpikir bagaimana caranya membuat cover majalah Catshion lebih berwarna, tapi lebih kepada...
”Kenapa manajer Lee bisa seramah ini padaku?”

***

Hujan kembali mengguyur jalanan Seoul sore ini. Beruntung Yoonkyu sudah berada di dalam Cake shop seberang kantornya untuk sekedar melepas penat setelah bekerja. Ia tak sendiri, Eunhwa menemaninya karena Yoonkyu tiba-tiba mengatakan akan meneraktirnya kue.
”Kau sudah lebih baik sekarang,” ungkap Eunhwa setelah menyeruput secangkir Americano.
”Jadi menurutmu kemarin aku tidak baik?”
Eunhwa tertawa kecil. ”Aniya. Hanya saja sekarang, ah bukan, hari ini kau terlihat ramah.”
”Begitu?”
”Apa ada sesuatu yang membuat kau menjadi seperti ini?”
Yoonkyu menghela napas panjang dan melemparkan pandangan keluar jendela. Ia menatap butir-butir air hujan yang turun. Benar juga, apa yang membuatku menjadi seperti ini? tanyanya dalam hati.
”Apa karena manajer pemasaran itu?” goda Eunhwa. Yoonkyu mendesah lalu menyunggingkan singkat senyumnya.
”Mungkin,”
”Mungkin?”
”Aku hanya merasa tidak ada gunanya bersikap ketus pada orang-orang di kantor. Yah, kau bisa menyimpulkan bahwa aku baru saja terkena penyakit orang baik dan aku divonis tidak akan sembuh dari penyakit ini.”
”Mwoya? Hahaha... kau ini lucu sekali. Mana ada yang seperti itu di dunia ini.” sahut Eunhwa kembali menyeruput Americano-nya.
Yoonkyu kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela. Ia terkesiap begitu matanya menangkap sesosok namja dengan rambut blode gelap keluar dari sebuah mobil. Yoonkyu menajamkan matanya untuk memperjelas pandangannya. Kini ia tak salah lagi, namja itu memang dia. Dia yang pernah meninggalkan kenangan buruk masa SMU-nya.
Napas Yoonkyu tiba-tiba memburu. Tangannya mencengkeram erat ujung kardigan yang dikenakannya. Rahangnya pun menguat seiring namja itu berjalan mendekat dan akhirnya masuk ke dalam Cake shop tempatnya duduk saat ini. Pandangannya terus mengikuti arah namja itu.
”Yoonkyu-ah, wae geurae? Kau nampak pucat. Apa kau sakit?” tanya Eunhwa khawatir.
”Eunhwa-ya, bisakah kita pergi dari sini sekarang juga?”
”Mwo? Tapi kenapa? Hujannya masih deras, Yoonkyu-ah.”
”Aku tidak peduli. Yang pasti aku ingin segera keluar dari sini.”
Yoonkyu beranjak meraih tasnya dan melangkah keluar. Meski dilanda kebingungan yang luar biasa, Eunhwa tidak bisa berbuat banyak. Ia sedikit berlari menyusul Yoonkyu yang sudah lebih dulu meninggalkan kafe.
Bukk!
”Aw!”
Namja yang membuat Yoonkyu ingin keluar dari kafe itu tiba-tiba menabrak Eunhwa.
”Ah, joesonghamnida agassi. Gwaenchanayo?”
”Ne, aku tidak apa-apa. Maaf, aku sedang buru-buru. Yoonkyu-ah, tunggu aku!”
Eunhwa kembali berlari menyusul Yoonkyu, sementara namja itu menautkan alisnya.
”Yoon... kyu?”
Namja itu berpikir keras. Matanya berutar-putar mencari jawaban atas pertanyaan yang muncul tiba-tiba di otaknya.
”Jangan-jangan... ah!”
Ia beranjak keluar kafe secepat kilat. Matanya tak menemukan apapun, kecuali hujan, saat kepalanya menoleh ke kanan. Tapi ia dapat melihat dua orang yeoja berdiri di trotoar dan basah kuyup begitu kepalanya menoleh ke kiri. Ia menyipitkan mata untuk memastikan sesuatu. Sedetik kemudian, senyumnya mengembang.
”Ternyata benar.”

***

Tok! Tok! Tok!
”Masuklah,”
”Sore, manajer Kim. Ini berkas yang harus anda tanda tangani.”
Kibum mengambil bolpoin yang di sodorkan karyawannya itu dan mulai menandatangani berkas.
”Oh ya, bukankah hari ini kita ada rapat dengan bagian perencananaan?” tanya Kibum begitu ia selesai menendatangani berkas tersebut.
”Ah, ye, sajangnim. Tapi beberapa jam lalu manajer Lee membatalkan rapatnya karena masih banyak yang harus dibenahi dari konsepnya.”
”Begitu? Baiklah. Kau boleh keluar.”
”Ye, sajangnim. Permisi.”
Kibum meraih ponselnya, berniat menelepon Yoonkyu. Namun sia-sia, ponsel gadis itu tidak aktif. Ia mendesah pelan lalu memijit keningnya. Ia harus mengatakan semuanya hari ini juga pada Yoonkyu. Ia tak bisa lagi menundanya karena itu akan menghabiskan seluruh tenaga yang dimilikinya.
Kibum menilik jam di pergelangan tangannya lalu bangkit dari kursi.

***

Angin malam berhembus kencang. Udara sehabis hujan terasa dingin menembus kulit. Yoonkyu berjalan gontai di atas trotoar menuju halte bus. Setelah tubuhnya basah kuyup, Eunhwa mengajaknya ke rumah untuk mengganti baju. Jadilah ia kini memakai celana jins berbalut hoodie besar yang kedodoran. Cukup hangat, gumam Yoonkyu dalam hati.
Langkahnya terhenti begitu ia sampai di halte bus yang dihuni dua orang. Ia sedikit melirik dua orang yang sedang bermesraan itu dengan tatapan iri. Ia baru ingat bahwa selama ini ia tidak pernah memikirkan tentang pacar. Seluruh tenaga dan pikirannya ia habiskan untuk pekerjaan.
Yoonkyu menghembuskan napas panjang menyadari semua itu. Dulu saat memikirkannya, ia tak menyesal sama sekali. Tapi sekarang, entah kenapa ia sangat menyesal karena tidak memikirkan pernikahan seperti gadis-gadis lain seusianya.
Lamunannya buyar begitu sebuah mobil mendarat di hadapannya. Alis Yoonkyu tertaut. Tak lama, rasa bingungnya berganti keterkejutan. Ia tak menyangka, orang yang beberapa jam lalu mencoba ia hindari, kini muncul di hadapannya dengan senyum merekah.
”Lama tidak bertemu,” ucapnya ceria.
Tangan Yoonkyu tercengkeram kuat. Dagunya sedikit bergetar. Bayangan-bayangan tentang orang ini langsung berkelebat di otaknya.
”Kau mau pulang? Biar kuantar.”
”Gwaenchana. Aku biasa pulang sendiri. Lagi pula rumahku tidak jauh.”
”Yoonkyu-ssi, kau mengenaliku kan?”
Yoonkyu tak menjawab. Ia berusaha menghindari tatapan namja itu. ”Tentu saja. Aku masih mengenalimu.”
Bahkan mengingatmu dengan jelas. Tambahnya dalam hati.
”Sepertinya kita perlu banyak bicara.”
”Aniya.” potong Yoonkyu cepat. Namja itu mengerutkan dahi.
”Waeyo? Nampaknya kau tidak suka kita bertemu di sini?”
Cengkeraman tangan Yoonkyu melemah. Ia lupa bernapas normal sejak kemunculan namja itu.
***
”Kau bekerja?” tanya Kyuhyun di belakang setirnya. Ia berhasil mengajak Yoonkyu masuk ke dalam mobil. Dan kini, namja itu melajukan mobilnya pelan dengan Yoonkyu berada di sampingnya.
”Ne.”
”Di mana?”
Yoonkyu menghela napas sejenak sebelum menjawab. ”Catshion.”
”Catshion?” mata Kyuhyun mendelik. ”Ah, kupikir kau bekerja sebagai model. Aku pernah melihat fotomu di cover majalah Catshion waktu itu. Ternyata kau bekerja di sana.” sambungnya dengan nada ringan.
Yoonkyu meremas tangannya yang entah sejak kapan mengeluarkan keringat. Kyuhyun memandangi gadis di sebelahnya itu dari ujung rambut hingga kaki.
”Kau benar-benar berubah. Sejak kapan?”
”Aku tidak mengerti pertanyaanmu, Kyuhyun-ssi.”
”Ah, maafkan aku. Aku hanya ingin mengobrol denganmu. Bagaimana pun juga, kita pernah berpacaran.”
Rahang Yoonkyu bergemeretak mendengar kata-kata yang dilontarkan Kyuhyun.
”Rupanya kau masih menghitungku sebagai mantan pacarmu,”
Kyuhyun menoleh cepat dan menatap gadis di sebelahnya itu.
”Sepertinya kau masih marah padaku. Aku minta maaf,”
”Aku tidak membutuhkannya.” jawab Yoonkyu ketus. ”Berhentilah di depan apartemen itu,”
Kyuhyun memandang bangunan yang ditunjuk Yoonkyu dan menghentikan mobilnya tepat di depan pagar apartemen.
”Terima kasih sudah mengantarku.” ucap Yoonkyu seraya melepaskan sabuk pengamannya. Ia pun keluar dari mobil Kyuhyun.
”Yoonkyu-ssi,” panggil namja itu. ”Aku tahu kesalahanku dulu sangat besar. Tapi kumohon maafkan aku. Selama ini pun, aku tidak pernah hidup tenang karena rasa bersalah ini.”
Yoonkyu mendengarkan setiap kata yang Kyuhyun ungkapkan tanpa berbalik badan.
”Aku mencarimu, Yoonkyu-ssi.”
Deg!
Jantung Yoonkyu berdetak cepat.
”Aku mencarimu untuk menyampaikan permintaan maafku. Kalaupun kau tidak mau memaafkanku, aku bisa terima. Yang pasti, aku sudah menemukanmu dan mengungkapkan semuanya.” jelas Kyuhyun.
Yoonkyu merasa matanya panas. Namja ini begitu menyiksanya, dulu maupun sekarang. Kini pandangannya kabur karena air di matanya berhasil menghalangi. Ia berbalik badan dan menatap Kyuhyun yang memandangnya dalam.
”Apa kau tahu seberapa lebar lubang yang merobek hatiku saat itu?” ujar Yoonkyu parau. ”Lebar, Kyuhyun-ssi. Sangat lebar.” sambungnya.
”Aku benar-benar mencintaimu dengan tulus tapi kau justru menyakitiku. Kau bahkan tega membiarkan aku jatuh dari tangga sekolah dan lebih memilih menolong yeoja itu, padahal kau tahu yang justru ingin mencelakaiku adalah dia. Gadis itu!” seru Yoonkyu pilu. Air matanya berhasil keluar dan membasahi pipinya yang putih.
”Aku terus berteriak memanggil namamu tapi kau tidak pernah datang menolongku. Kau tidak tahu kan apa yang terjadi setelah itu? pergelangan kaki kananku patah dan aku harus merelakan ujian masuk Universitas berlalu begitu saja. Aku putus asa... aku ingin bunuh diri saat itu juga, Cho Kyuhyun!”
Air mata Kyuhyun menetes. Dadanya sesak melihat gadis di depannya itu berseru histeris.
”Aku tahu saat itu aku tidak seperti sekarang. Aku adalah gadis buruk rupa yang nekat menyatakan cinta pada murid populer di sekolahku. Tsk, itu memang sepenuhnya kesalahanku. Sudah sepantasnya aku mendapat karma dari kesalahanku sendiri.”
”Yoonkyu-ssi...”
”Pulanglah,” Yoonkyu bersuara dengan lebih tenang dari sebelumnya. ”Anggap kita tidak bertemu malam ini.”
Yeoja itu mulai melangkah masuk ke dalam apartemen sebelum akhirnya tangan Kyuhyun mencegahnya.
”Aku tidak akan pergi sebelum kau benar-benar memaafkanku.”
”Kyuhyun-ssi...”
”Lepaskan tanganmu darinya!”
Yoonkyu dan Kyuhyun menoleh seketika ke sumber suara. Nampak Kibum berdiri sambil berlipat tangan tak jauh dari posisi mereka. Tatapannya tajam tepat ke arah Kyuhyun.
”Dia sudah menyuruhmu pulang. Untuk apa kau tetap bersikeras berada di sini, heh?” kini Kibum mendekati Kyuhyun.
”Aku tidak punya urusan denganmu, tuan.”
Zlep!
Kibum tiba-tiba mencengkeram lengan Kyuhyun kuat, membuat laki-laki itu mendelik padanya.
”Tentu saja aku punya urusan di sini. Yoonkyu... adalah tunanganku.”
”Mwo?”
”Jadi cepat lepaskan tanganmu darinya atau kau akan mendapatkan ini.”
Bugh!
Satu pukulan melayang di pipi Kyuhyun. Namja itu seketika terhuyung ke belakang dan jatuh menyentuh aspal. Yoonkyu berteriak kaget.
”Itu untuk sakit hati yang pernah Yoonkyu rasakan dulu. Dan ini...”
Bugh!
Pipi kiri Kyuhyun pun tak luput dari pukulan Kibum.
”Untuk tanganmu yang tidak mau melepaskan genggamannya dari tangan Yoonkyu.”
Suasana hening seketika. Hanya ada suara napas Kibum yang menderu. Yoonkyu membisu dan tidak tahu harus berbuat apa. Di depan matanya, namja yang pernah ia cintai setengah mati sedang tergeletak tak berdaya di atas aspal dengan luka di bibirnya. Dan di depan matanya pula, namja yang baru di kenalnya beberapa hari mengatakan bahwa ia adalah tunangannya.
Kyuhyun bangkit selagi Kibum mengatur napasnya yang memburu. Ia menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya.
”Terima kasih kau telah memukulku. Aku harap dengan begini semuanya impas.” ucap Kyuhyun tepat ke manik mata Kibum. Pandangannya beralih pada Yoonkyu. Ia berusaha tersenyum meski bibirnya terasa sangat sakit.
”Aku mengerti perasaanmu sekarang. Setidaknya aku bisa lebih tenang setelah ini karena sudah bertemu denganmu dan mengungkapkan semuanya. Kuharap kau bahagia bersama tunanganmu.” ujar Kyuhyun.
Ia mulai melangkah menuju mobil sambil memegangi bibirnya yang penuh darah. Sesaat kemudian, mobil itu melaju dan menghilang di ujung jalan. Yoonkyu masih terpaku di tempatnya. Setiap kejadian yang baru saja terjadi di hadapannya nampak seperti sebuah film. Ia tak percaya Kyuhyun muncul di depannya setelah bertahun-tahun tidak bertemu.
”Maaf membuatmu syok,” ujar Kibum lembut. ”Aku hanya reflek. Tidak sepenuhnya berniat memukul namja itu.” sambungnya.
Yoonkyu tetap diam.
”Masuklah. Kau bisa sakit kalau terlalu lama di sini. Aku akan segera pergi.”
”Kibum-ssi,”
Panggilan Yoonkyu menahan kaki Kibum yang baru saja berbalik menuju apartemennya.
”Gomawo,”
Satu tarikan terangkat di bibir Kibum tanpa Yoonkyu ketahui. Ia kembali membalikkan tubuhnya.
”Terima kasih karena kau sudah mengaku sebagai tunanganku di depan Kyuhyun.”
Dahi Kibum mengerut. ”Untuk itu?”
Yoonkyu menyunggingkan senyumnya dan berjalan mendekati Kibum yang sedang berdiri di tengah-tengah jalan pembelah kedua apartemen mereka.
”Kita pernah bertemu,” ujar Yoonkyu. ”Aku benar kan... Bum oppa?”
Kibum memandangi setiap lekuk wajah Yoonkyu dan mengangguk-angguk cepat. ”Ya... kau benar. Aku Bum. Orang yang pernah memberimu cokelat saat kau menangis karena merindukan orang tuamu. Orang yang memanggilmu nona Lee badut karena tubuh besarmu. Dan juga... orang yang sangat merindukanmu.”
Mata Yoonkyu berkaca-kaca.
”Neomu geuriwosseo, Lee Yoonkyu.”
Gadis itu tak bereaksi. Ia tetap menatap mata Kibum dalam.
”Apa aku... boleh memelukmu... oppa?” tanyanya dengan suara tertahan. Tak butuh waktu lama bagi Kibum untuk mencerna pertanyaan Yoonkyu. Dengan sigap, tangannya segera menarik tubuh mungil Yoonkyu ke pelukannya. Yeoja itu membalas pelukan Kibum dan mengeratkan pelukan mereka.
”Mianhae aku sudah melupakanmu, oppa.” ucapnya di bahu Kibum.
”Kau lupa untuk mengingatku, Yoonkyu-ah. Aku tahu itu. Karenanya, aku membiarkanmu mengingat semuanya sendiri.” sahut Kibum. ”Apa sekarang kau sudah benar-benar mengingatku dengan jelas?”
Yoonkyu mengangguk-angguk.
”Yoonkyu-ah,”
”Hm?”
Kibum melepaskan pelukannya dan memandang Yoonkyu.
”Sepertinya dulu kau sangat mencintai namja itu.”
Yoonkyu membisu sesaat. ”Ne. Dulu aku memang sangat mencintai Kyuhyun karena dia cinta pertamaku.”
”Begitu?”
Yoonkyu mengangguk-angguk. ”Tapi setelah aku tahu dia tidak pernah membalas perasaanku dan justru menyakitiku... aku berpikir tidak ada gunanya mencintainya lagi.”
Kibum tersenyum sekilas lalu menggenggam tangan dingin Yoonkyu. Diajaknya gadis itu berjalan ke apartemennya.
”Kau ingat saat di mana aku pertama kali datang ke kantor?”
”Hmm, aku ingat. Saat itu aku terlambat masuk ke aula pertemuan karena merasa perkenalan dengan manajer pemasaran baru itu hanya membuang-buang waktuku saja.” jawab Yoonkyu disertai tawa kecilnya. ”Waeyo?”
Kibum menghentikan langkahnya dan memandang Yoonkyu.
”Waktu itu aku sudah merasa kalau kita bertakdir. Aku tidak tahu dari mana insting itu berasal. Yang pasti, aku sangat tertarik padamu dan selalu ingin melihatmu.” ucap Kibum.
”Jadi karena itu kau menggangguku?”
Kibum menyungginggkan senyum mautnya. ”Begitulah,”
Buk!
Yoonkyu memukul dada Kibum pelan. ”Kau ini benar-benar menyebalkan, oppa! Kau tahu, aku bahkan sempat membencimu waktu itu.”
”Benarkah?” lagi-lagi Kibum menarik senyum yang mematikan.
Suasana hening sesaat. Mereka saling tatap penuh arti hingga kepala Kibum mendekat perlahan-lahan. Yoonkyu memejamkan matanya. Ia bisa merasakan angin malam yang melewati tengkuknya namun sedetik kemudian, rasa dingin itu berubah hangat saat Kibum berhasil menempelkan bibirnya di bibir mungil Yoonkyu.
Tak sampai satu menit, Kibum melepaskan ciumannya dan menatap Yoonkyu yang tersipu.
”Jangan menahan napasmu,” ujar Yoonkyu membuat gadis itu semakin meringkuk malu. Kibum tersenyum.
”Ayo masuk. Badanmu dingin sekali,” ajaknya sambil merangkul punggung Yoonkyu.
”Oppa, kenapa kau suka sekali tersenyum? Dulu aku hampir tidak pernah melihatmu tersenyum.”
”Waeyo? Apa ada yang salah dengan senyumku?”
”Ani. Hanya saja, jangan mengumbar senyummu itu di depan orang lain, terutama karyawan-karyawan wanita di kantor. Arasseo?”

-THE END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar